Jumat, 03 Agustus 2012

Cerita Rakyat dari Prancis

Di suatu desa di daerah Lorraine, hidup sepasang suami istri bersama tiga anak mereka. Mereka amat miskin sehingga orang tua itu menyuruh anak-anak memunguti tangkai dan biji2an gandum atau lainnya yang berjatuhan di ladang sebagai sisa2 bekas panen. Hasil yang amat sedikit itu dijemur, kemudian ditumbuk menjadi tepung. Kemudian dibuat roti guna dimakan sekeluarga.

Pada suatu waktu ketiga anak itu pergi jauh dari desa. Dengan rajin mereka mengunjungi padang2 gandum yang telah dipanen. Tiap anak menjinjing ikatan tangkai gandum berwarna keemasan. Tampaknya mereka menghasilkan lebih banyak daripada biasanya.

Ketika matahari mulai turun di sebelah barat, anak yang sulung memberi isyarat akan pulang. Barulah mereka sadar bahwa pemandangan di sekitar amat asing. Mereka tidak mengenali lagi arah tempat tinggal orangtua mereka. Untuk mengejar waktu anak yang sulung naik ke tanggul, memandang ke segala penjuru, mungkin akan menemuka pohon atau ladang di desanya. Tetapi usaha itu tidak berguna. Mereka benar2 tersesat.

Malam turun perlahan ke atas bumi. Ketiga anak itu menangis duduk di tepi jalan tanah yang membatasi padang gandum. Setelah beberapa waktu berlalu, yang sulung bangkit. Diikuti oleh adik2nya dia berjalan tanpa tujuan. Dalam hati dia berharap akan segera menemukan sebuah rumah peternakan atau lumbung guna berlindung malam itu.

Demikianlah ketiganya berjalan, melalui padang melalui ladang. Melewati rumpunan ilalang dan belukar. Mereka berjalan lama. Lama sekali.

Pada waktu tengah malam, mereka tiba di sebuah desa yang tidak mereka kenal. Jendela salah satu rumah di tepi jalan tampak terang, menandakan penghuninya belum tidur. Di depannya terpancang papan nama : Penjual Daging.

Anak2 itu sangat lelah. Mata mereka mengantuk, perut mereka kosong. Dengan agak ketakutan yang sulung mengetuk pintu si penjual daging. Setelah menunggu beberapa saat, pintu itu terbuka.

"Penjual daging, sudilah kiranya anda menerima kami." kata ketiga anak itu hampir bersama-sama, "Kami tersesat, lelah dan kelaparan."

"Masuklah, masuklah anak-anakku!" jawab si penjual daging.

Dengan penuh kepercayaan, ketiga anak itu pun duduk di bangku yang ditunjuk oleh penjual daging. Mereka diberi makan lalu disuruh tidur di atas jerami di dalam lumbung.

Anak2 yang malang. Mereka tidak sedikit pun curiga dan menyengka apa yang akan terjadi.

Ketika suasana telah kembali tenang dan sepi, si penjual daging menyelinap ke dalam lumbung. Seketika itu dia bunuh ketiga anak tersebut, kemudian digarami. Daging yang diasini itu pun dia masukkan ke dalam gentong besar, lalu disorong ke sudut di ruang penyuimpanan bahan makanan.

Oh sedih sekali! Selama tiga tahun tidak terdengar berita mengenai anak2 yang kerjanya mencari sisa2 panen di padang gandum.

Kemudian, pada suatu hari Santo Nikolas berkunjung ke daerah Loraine. Dia telah melaksanakan beribu keajaiban. Baik hati dan kedermawanannya yang ditunjang oleh ketaatannya kepada Tuhan Yang Maha Pengasih meluas ke seluruh dunia kristen.

Pada malam hari yang terang, Santo Nikolas berjalan melewati rumah si penjual daging. Seolah2 teringat sesuatu, orang suci itu berhenti. Katanya, dia ingin melepaskan lelah sebentar. Maka dia pun mendekati pintu masuk penjual daging.

"Tukang daging," katanya. "Dapatkah aku bermalam disini?"

"Silahkan masuk! Silahkan masuk!" jawab orang itu.

Hatinya senang dan bangga karena rumahnya mendapat kehormatan disinggahi seseorang seperti Santo Nikolas.

Ketika saat makan malam tiba, dia bertanya kepada orang suci itu,

"Apakah yang dapat saya siapkan untuk makan malam Anda? Di lemari ada paha anak rusa yang lunak dan agak manis. Atau barangkali Santo lebih menyukai daging anak sapi yang dipanggang dengan bumbu2?"

"Tidak," sahut orang suci itu sambil menunjukkan sikap tidak peduli; lalu melanjutkan, "Berilah aku daging asin."

"Baik lah jika itu yang Anda kehendaki."

"Penjual daging pun berlalu, segera kembali membawa suguhannya. Tetapi Santo Nikolas menolak.

"Ah, bukan ini yang kukehendaki," kata orang suci itu. "Berilah aku daging asin yang kau bikin tiga tahun yang lalu, yang kau simpan di gentong di sudut ruang persediaan makanan!"

Si penjual daging menjadi pucat. Tubuhnya menggigil.

"Tapi... tapi... yang mana?"

Santo Nikolas bangkit dari bangku. Seperti kilat matanya menyorotkan kemarahan yang menakutkan, ditujukan ke arah penjual daging. Kemudian dia berjalan ke ruang penyimpanan bahan makanan. Langsung saja mendekati gentong dimana ketiga anak telah diasinkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar